Ia benar-benar cerdas. Gerakannya lincah dan tangkas. Dia
mampu mengenaliku meski aku sedang mengenakan helm. Saat kendaraanku berhenti
di depan rumah, ia segera menghampiriku. Cantik sekali gerakannya, padahal ia
lelaki. Dia adalah seekor kucing yang paling cerdas dan paling berkesan yang
pernah ku kenal. Ia juga mampu mengenali wajah seseorang. Ia akan bersembunyi
ketika melihat wajah seseorang yang baru dikenal dan segera menghindar dari
orang-orang yang pernah mengusirnya.
Dia adalah chito. Begitulah nama yang diberikan oleh
pemiliknya. Chito bukan seekor kucing biasa. Chito bukan punyaku. Ia milik
seorang tetangga depan rumahku. Aku dan chito hanya bertemu di hari sabtu atau
minggu. Tiap kali aku pulang dan baru sampai di depan pagar, ia akan segera
berlari menghampiriku. Tak jarang ku temukan dia sedang menungguku meski aku
pulang hanya 1 kali dalam seminggu.
Kasihan sekali dirimu chito. Aku tak tega melihatmu begini.
Dari seluruh penghuni rumah, hanya beberapa saja yang menyukai kucing. Maka
dari itu aku selalu khawatir apabila terjadi sesuatu denganmu. Ingin sekali ku
ajak dirimu masuk ke dalam kamarku, namun mereka tak akan pernah mengerti. Jadi
ku biarkan dirimu di luar, terlelap di atas sebuah keset yang terbentang di
depan pintu. Di situlah dirimu begitu setianya menungguku.
Chito lain dari kucing lainnya. Chito tak pernah terlihat
bertengkar dengan teman-temannya. Padahal semenjak kecil diasuh oleh pemiliknya,
ia hidup dan tumbuh besar bersama banyak kucing lainnya. Ketika ku beri makan,
teman-temannya datang menghampirinya dan ingin merebuh makanannya dari chito. Namun
chito tak terlihat kasar apalagi melukai teman-temannya. Perpaduan warna hitam
dan putihnya begitu mempesona.
Sejak aku kecil, tinggal di daerah Jawa sana aku sudah
terbiasa hidup bersama kucing-kucing yang ku pelihara. Ketika kucing
menghampiriku di kamar tidurku, ku biarkan ia tidur di sampingku. Sering juga
ia tertidur di atas selimut tidurku. Kucing-kucingku
kini sudah pergi satu per satu. Kini melalui chito, satu per satu memori
terbuka kembali. Chito lain dari kucing-kucing yang pernah ku pelihara.
Tak tega aku membiarkanmu kedinginan di balik pintu sementara aku tidur dalam kehangatan. Di tengah malam, tak jarang aku keluar menemuimu. Seandainya saja dirimu mengerti bahasaku. Padahal tak jarang
kita berbicara dan bermain bersama. Apa
aku yang harus berandai bisa mengerti bahasamu. Terlintas terpikir untuk memilikimu. Akan ku bawa dirimu hidup bersamaku. Chito kamu mpus kesayanganku. Chito baik-baik di sana ya.
Jaga kesehatan dirimu. Tunggu aku di tempat biasa.
Wah wah, si kucing punya nama, hihi
ReplyDeleteAinayya takut ama kucing
kok malah takut sih sama kucing. kan bukan macan :D
DeleteChito, lucu namanya...
ReplyDeletehehe, iya lucu namanya..
DeleteMendalam banget so chito ni mas tran
ReplyDeletechitonya lucu kan kak :D
Deletenamanya bagus chito...
ReplyDeleteasal jangan ti tambahin ta di tengahbya entar jadi chiki diaa
ReplyDeletechitos ya .. wakakaka
Deletedulu aku pernah punya kucing warna gitu..kuberi nama chiko..ganteeeng banget...hiks..hikd..jd.keinget babang sinus sama babang secanku...
ReplyDeletewah,, hampir sama namanya k Lisa ..
DeleteChito.... imut banget namanya.. 😍kenalin.. kucingku namanya Mueeza mas tran.. tapi dah almarhum sih😭
ReplyDeletekalau bapaknya chito ini namanya Moza.. hampir mirip ya namanya..
Delete